Selasa, 07 Juni 2011

Berkenalan Dengan Ideologi Developmentalisme

"... Lengesernya presiden soekarno dan tumbuhnya rezim orde baru merupakan sebuah awal kemenangan bagi developmentalisme di Indonesia...".


Developmentalisme merupakan teori pembangunan yang telah berkembang menjadi sebuah ideologi. Pada dasarnya developmentalisme disusun dari kata development dan isme, development  berasal dari development theory. Kemudian imbuhan -isme di belakang kata development menunjukan bahwa teori tersebut sangat kuat dan besar, sehingga banyak Negara berkembang di dunia mengadopsi tersebut.

Sejarah mengenai developmentalisme di awali  pasca perang dunia kedua, Negara-negara berkembang menjadi ladang pertempuran ideologis antara sosialisme dengan liberalisme. Sosialisme tumbuh subur dan liberalisme mulai kehilangan eksistensi. Di Indonesia, tumbuh suburnya sosialisme ditandai dengan kedekatan rezim orde lama dengan petinggi Partai Komunis Indonesia yang saat itu menganut aliran sosialisme garis keras. Indonesia juga mendeklarasikan poros Jakarta-peking dan memasukan ideologi sosialisme kedalam ideologi dasar negara. Para pakar sejarah ilmu politik mengenalnya dengan ideologi NASAKOM.

Melihat perkembangan sosialisme yang begitu subur di Negara-negara berkembang, Amerika dan sekutunya tidak tinggal diam. Presiden Harry S. Truman mengundang para pakar dalam sebuah diskusi di MIT (Massachusetts Institute of Technology) Amerika Serikat. Mereka berdiskusi dan menciptakan sebuah ideologi yang dibangun dari teori modernisme. Sebuah teori yang beranggapan bahwa manusia akan selalu berjalan linear dari tradisionalitas menjadi modern. Hingga saat ini ideologi tersebut dikenal dengan developmentalisme.




Lengesernya presiden soekarno dan tumbuhnya rezim orde baru merupakan sebuah awal kemenangan bagi developmentalisme di Indonesia. Rezim orde baru sangat  bersahabat dengan ideologi developmentalisme ini. Dengan dirangkulnya ideologi ini, orde baru bermaksud merupah Indonesia menjadi sebuah Negara maju, selayaknya jepang yang maju karena mengadopsi secara total ideologi ini.

Karena bertujuan untuk memodernisasikan masyarakat dan segala aspek kehidupan yang berjalan bersamaan dengannya, developmentalisme seringkali berkontradiksi dengan tradisionalitas. Hingga saat ini, beberapa petani menolak untuk mengadopsi ideologi tersebut. Hal itu dikarenakan indikator kemajuan yang ditawarkan oleh developmentalisme ternyata bertolak-belakang dengan nilai-nilai sosial-budaya yang telah masyarakat pegang teguh selama berabad-abad.

Dalam dunia pertanian, ideology developmentalisme merasuk kedalam batang tubuh kebijakan. BIMAS, INMAS dan berbagai program pendukung kebijakan Revolusi Hijau adalah perwujudan dari pengadopsian ideology ini dilapangan. Tidak hanya itu, oleh pemerintah orde baru, doktrinisasi developmentalisme dimasukan kedalam kurikulum pendidikan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sebelum reformasi, kita mengenalnya dengan trilogi pembangunan.

Karena besarnya penolakan masyarakat dan petani terhadap awal kelahiran ideologi ini, dilapangan pemerintahan orde baru menggunakan kekuatan politik (golkar) dan militer (dwifungsi ABRI) untuk menekan masyarakat dan petani. Oleh karena itu, hingga saat ini developmentalisme dipandang sebagai ideologi negatif oleh sebagian kalangan petani.

Beberapa pakar dari IPB dan UGM seperti Arya hadi Dharmawan dan Loekman Soetrisno menganggap developmentalisme telah berdampak negatif terhadap sosial-budaya pertanian dan pedesaan. Mulai hilangnya tatanan kultural di berbagai daerah adalah indikasi dari diterapkannya ideologi berindikator barat tersebut. 

Seperti hilangnya budaya sambatan di masyarakat samin akibat alih teknologi tradisional menjadi modern. Dahulu kala masyarakat samin menggunakan ani-ani untuk memanen padi, namun setelah pemerintah orde baru masuk dengan ideologi developmentalisnya, masyarakat samin beralih menggunakan clurit untuk memanen padi.

Penggunaan clurit ternyata berdampak besar terhadap isu gender dan budaya sambatan di masyarakat samin. Karena penggunaan clurit tersebut, peran wanita didalam proses panen padi menjadi berkurang, karena clurit bukanlah alat yang familiar bagi wanita. Begitu pula dengan budaya sambatan, setelah masuknya clurit proses pemanenan tidak lagi membutuhkan banyak tenaga, sehingga budaya sambatan semakin terkikis.

Namun dari segi produktivitas, sebelum diketahui dampak buruk dari ideologi barat ini, developmentalisme dengan Revolusi Hijaunya berhasil mengantar Indonesia menjadi Negara yang berswasembada beras. Walaupun pada akhirnya swasembada beras tersebut harus dibayar dengan hancurnya sosial-budaya dan kerusakan ekosistem, akibat dari ambisi production center development yang terlahir sebagai manifestasi dari teori developmentalisme.


Ditulis oleh: Fuad Setiawan Khabibi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada


Notes: Tulisan ini hanyalah tulisan introduction terhadap ideologi developmentalisme. Untuk pembaca yang ingin mendalami teori ini, saya memiliki kumpulan jurnal internasional, ebook, artikel ilmiah dan hasil penelitian mengenai developmentalisme ini. Bahkan skripsi saya juga membahas kritik pertanian terhadap ideologi developmentalisme ini. Silahkan hubungi saya via pesan facebook. Berikut adalah facebook saya:
http://www.facebook.com/fuad.khabibi

Referensi:

Adam Szirmai. 2005. The Dynamics of Socio-Economic Development. Cambridge University Press: United Kingdom. Page 474.

Dawan Raharjo, Ketua Dewan Pakar International NGO Forum on Indonesian Development dalam TEMPO Interaktif. Senin, 18 Mei 2009. Jakarta.

Geir Sundet. 1994. Beyond Developmentalism in Tanzania. Taylor & Francis, Ltd: www.jstor.org . Hal 13

Mansour Fakih. 2009. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Hal 200.

Streeten P . 1983. Development Dichotomies, Discussion Paper 187. Sussex: Institute of Development Studies.

William Easterly. 2007. Ideology Of Development. New York University: New York.          

3 komentar:

  1. Dan, sekarang "pembangunan-isme" bertransformasi menjadi konsep pemberdayaan. kalau mau ditelisik secara seksama, sebetulnya pemberdayaan adalah "jebakan kemiskinan gaya baru". :)

    BalasHapus
  2. Dan kini, pembangunanisme bertransformasi menjadi konsep pemberdayaan masyarakat yg pada hakekatnya merupakan perangkap kemiskinan gaya baru ;)

    BalasHapus
  3. anda bisa bayangkan, biaya untuk pemberdayaan masyarakat ternyata hutang sana-sini juga pemerintah, padahal hasil belum tentu sebagaimana diharapkan, hehe

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentarny kawan, terimakasih...