Senin, 03 Oktober 2011

Fenomena Empiris dan Forecasting Dari Film Dokumenter “An Inconvenient Truth” Karya Al Gore

Beberapa dekade ini di sadari atau tidak telah terjadi peningkatan suhu udara dunia sebagai akibat pemanasan global (global warming). Pemanasan global dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil (BBF) dan kegiatan alih-guna lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfer. Gas-gas tersebut di antaranya adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O).  

Gas-gas tersebut memiliki sifat seperti kaca yang meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau radiasi balik yang dipancarkan bumi bersifat panas sehingga suhu atmosfer bumi meningkat. Berada di bumi yang diliputi gas-gas tersebut bagaikan di dalam rumah kaca yang selalu lebih panas dibandingkan suhu udara di luarnya. Oleh karena itu, gas-gas tersebut dinamakan gas rumahkaca dan pengaruh yang ditimbulkan dikenal dengan nama efek rumahkaca yang selanjutnya menimbulkan pemanasan global dan perubahan iklim serta rentetan dampak lain di planet bumi.
Pemanasan global sangat berdampak di dalam kehidupan manusia di segala bidang, seperti kesehatan, makanan dan berbagai sapek lainnya. Dampak pemanasan global bukan hanya akan berdampak terhadap manusia namun juga terhadap satwa liar. Pemanasan global juga akan mengancam kelestarian dari 300 spesies yang masuk dalam daftar terancam punah. Dampak terbesar terhadap satwa akibat pemanasan global adalah terhadap satwa laut.[1]

Minggu, 02 Oktober 2011

Menekan Angka Kemiskinan Dengan Bantuan Langsung Tunai : Sebuah Solusi Atau Analgesik?

Dengan naiknya harga minyak dunia akibat persediaan minyak yang terus menipis dan konspirasi politik di baliknya akhirnya pemerintah indonesia mengambil jalan keluar untuk menaikan harga BBM dengan cara mengurangi subsidi BBM di pasaran. Kebijakan ini dipilih oleh pemerintah untuk mengamankan APBN tahun 2009 yang akan mengalami defisit yang cukup banyak apabila alokasi di sektor subsidi BBM di tambah.

Pemerintah mengambil solusi praktis untuk meredam gejolak sosial akibat naiknya BBM yang memiliki “multiplying effect” kepada kenaikan berbagai jenis kebutuhan pokok dan barang-barang komoditi di pasaran dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan di seluruh indonesia. Kebijakan BLT ini digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen pengendali untuk menekan laju angka kemiskinan masyarakat akibat naiknya harga barang. Kucuran dana BLT dari pemerintah sekitar Rp 52 triliun untuk satu tahun ke depan, sedangkan penduduk yang masuk ke dalam kateggori penerima BLT ada sekitar 14 juta penduduk.

Secara rasional sebagai manusia yang membutuhkan uang untuk mencukupi segala kebutuhannya sehari-hari, masyarakat umumnya mau menerima Bantuan Langsung Tunai berupa uang senilai Rp. 300.000,-/3 bulan tersebut. Walaupun mereka harus berantri berdesakan di Kantor Pos sebagai instansi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan BLT kepada masyarakat dengan kategori miskin. Dalam implementasi kebijakan BLT ini pada umumnya banyak mengalami masalah baik itu berupa masalah dalam strategi implementasi ataupun masalah sosial di masyarakat yang timbul.

Sabtu, 24 September 2011

Mengejar Swasembada Pangan di Era Demokrasi: Mungkinkah?

"... Di jaman demokrasi, pemerintah tidak bisa memaksa petani untuk mengejar target swasembada beras seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru...".
Jum’at 23 September 2011 lalu, melalui sebuah wawancara dengan Metro TV, ketua HKTI mengungkapkan bahwa 60% bahan pangan Indonesia adalah hasil import dari luar negeri. Biaya untuk mengimport bahan pangan tersebut jumlahnya berbanding terbalik dengan defisa total Indonesia yang relative lebih kecil. Dengan kata lain, Indonesia akan mengalami dampak negatif apabila Indonesia terus-terusan membeli bahan pangan dari luar negeri.
Kebijakan pertanian pemerintah selalu menjadi kambing-hitam. Bagaimana tidak, di Negara yang notabene adalah Negara agraris yang kaya akan sumberdaya pertanian ini ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri. Bahkan setengah dari kebutuhan pangan dalam negeri pun tidak dapat tercukupi dengan baik.
Apakah kebijakan pertanian pemerintah serta-merta bersalah?. Tidak, jika kita menggunakan perspektif demokrasi untuk menjawabnya.

Keistimewaan Pendidikan di Kota Pelajar: Yogyakarta

 "... Yogyakarta menjadi istimewa karena Yogyakarta tidak hanya mengajarkan ilmu atau kompetensi semata. Namun, Yogyakarta juga mengajarkan pembangunan karakter (character building) melalui pendekatan sosial-budaya..."

Semenjak jaman dahulu hingga sekarang, Yogyakarta adalah daerah istimewa. Keistimewaan Yogyakarta tidak hanya terletak pada sejarah yang meliputinya. Namun juga pendidikan yang menjadi ikon utama daerah yang mendapat julukan kota pelajar ini. Banyak pejabat, ilmuwan, politikus-bersih, pengusaha dan tokoh-tokoh reformis Indonesia yang besar karena mengenyam pendidikan di Yogyakarta.
Beberapa tokoh Nasional yang dikenal memiliki karakter dan integritas baik seperti Sri Sultan Hamengkubuwono, Ki Hajar Dewantara, Amin Rais, Mahfud M.D, Busyro Muqodas, Anis Baswedan, Anggito Abimayu dan berbagai tokoh bangsa lainnya adalah para mantan mahasiswa dan pelajar Yogyakarta.

Selasa, 07 Juni 2011

Berkenalan Dengan Ideologi Developmentalisme

"... Lengesernya presiden soekarno dan tumbuhnya rezim orde baru merupakan sebuah awal kemenangan bagi developmentalisme di Indonesia...".


Developmentalisme merupakan teori pembangunan yang telah berkembang menjadi sebuah ideologi. Pada dasarnya developmentalisme disusun dari kata development dan isme, development  berasal dari development theory. Kemudian imbuhan -isme di belakang kata development menunjukan bahwa teori tersebut sangat kuat dan besar, sehingga banyak Negara berkembang di dunia mengadopsi tersebut.

Sejarah mengenai developmentalisme di awali  pasca perang dunia kedua, Negara-negara berkembang menjadi ladang pertempuran ideologis antara sosialisme dengan liberalisme. Sosialisme tumbuh subur dan liberalisme mulai kehilangan eksistensi. Di Indonesia, tumbuh suburnya sosialisme ditandai dengan kedekatan rezim orde lama dengan petinggi Partai Komunis Indonesia yang saat itu menganut aliran sosialisme garis keras. Indonesia juga mendeklarasikan poros Jakarta-peking dan memasukan ideologi sosialisme kedalam ideologi dasar negara. Para pakar sejarah ilmu politik mengenalnya dengan ideologi NASAKOM.

Melihat perkembangan sosialisme yang begitu subur di Negara-negara berkembang, Amerika dan sekutunya tidak tinggal diam. Presiden Harry S. Truman mengundang para pakar dalam sebuah diskusi di MIT (Massachusetts Institute of Technology) Amerika Serikat. Mereka berdiskusi dan menciptakan sebuah ideologi yang dibangun dari teori modernisme. Sebuah teori yang beranggapan bahwa manusia akan selalu berjalan linear dari tradisionalitas menjadi modern. Hingga saat ini ideologi tersebut dikenal dengan developmentalisme.

Masih adakah surga untuk jamanku?



Aku hidup di jaman, dimana ghibah dan fitnah dianggap sebagai diskusi publik..
Aku berjalan di trotoar demokrasi, dimana pengungkapan aib diterjemahkan sebagai transparansi..
Aku melihat di jaman, dimana para politikus bergembira disaat melihat saudaranya menderita..
Aku mendengar di jaman, dimana kebohongan ditebar sebagai pemoles muka..
Yaa rabb… Masih adakah surga untuk jamanku?

Pembangunan Ekonomi dan Moralitas Indonesia

Seperti orde baru, hingga saat ini pembangunan indonesia teryata masih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi sebagai target utama. Peningkatan kesejahteraan pada kalangan atas masih dibaca mampu menjalankan skema tricke down effect untuk menyelesaikan masalah kesenjangan ekonomi pada kalangan menengah ke bawah. Demikian pula pemberantasan kemiskinan, hingga saat ini, masih diterjemahkan sebagai solusi utama untuk keluar dari berbagai masalah yang membelit bangsa ini. Pengangguran, kejahatan, buta huruf dan busung lapar, masih dilihat sebagai masalah yang dapat diselesaikan dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi.

Namun apa yang terjadi?. Ternyata kenyataan berkata lain, skema tricke down effect tidak dapat berjalan dengan semestinya. Pertumbuhan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan ternyata tidak di kuti dengan berkurangnya aksi korupsi dan terorisme di bangsa ini. Pembangunan ekonomi ternyata tidak serta merta memajukan pembangunan moralitas. Lagu iwan fals tetang “urusan moral biar kami cari sendiri” ternyata tidak sepenuhnya benar. Urusan moral masih menjadi tanggung jawab Negara. Mengapa negara?. Karena Negara telah mengabaikan pembangunan moralitas masyarakat untuk sekian lama pasca reformasi.

Eksistensi Pancasila Dalam Spektrum Kebijakan Publik Indonesia


Setelah reformasi dan menguatnya pemikiran tentang demokrasi, ideologi dasar yang sering dijadikan pijakan oleh pemerintah dalam pembuatan kebijakan publik adalah ideologi-ideologi asing, seperti  modernisme, developmentalisme dan berbagai ideologi barat lainnya. Konsep-konsep tersebut sebenarnya baik, namun terkadang kurang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang ber-bhineka dan memiliki latar belakang sosial-budaya yang berbeda.
Pengadopsian ideologi-ideologi asing tersebut telah membawa Indonesia menjauh dari pancasila. Kebijakan publik yang selama ini kita bangun ternyata belum mampu merepresentasikan nilai-nilai pancasila secara kaffah.
Kita semua mengetahui bahwa disaat robohnya atap SD di berbagai daerah, sama sekali tidak ada esensi kemanusiaan yang adil dan beradab dalam kebijakan pembangunan gedung baru DPR. Tidak ada nilai-nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kebijakan rekruitmen pegawai pemerintahan yang didasari oleh kolusi. Bahkan lebih mengenaskan lagi, tidak ada sila ketuhanan yang maha Esa dalam handphone wakil rakyat (para pembuat kebijakan publik) di DPR. “Lantas dengan dasar apa kebijakan publik yang selama ini disusun oleh para policy maker kita?”.

Kamis, 05 Mei 2011

20 Jari Diantara Jogja-Pemalang: Sebuah Catatan Perjalanan

Perkenalkan nama saya Fuad Setiawan Khabibi, seorang mahasiswa semester akhir di UGM. Hampir 12 tahun saya menuntut ilmu di Yogyakarta. Setelah tamat SD di Pemalang, Jawa Tengah, saya melanjutkan studi ke Yogyakarta hingga sekarang. 12 tahun menuntut ilmu di Jogja membuat saya sering “pulang pergi” mudik ke Pemalang. Karena kebetulan orang tua masih berdomisili di Pemalang. 
 
Pada awalnya, Pemalang terasa sangatlah jauh. Dengan menggunakan travel,  Jogja-Pemalang ditempuh dalam waktu 5-6 jam. “jauh sekali ya..hehehe”, pikir saya pada waktu itu. Namun seiring berjalannya waktu, Jogja-Pemalang terasa sangat dekat. Sebenarnya berapa sih jarak Jogja dengan Pemalang?.
 
Nah.. Jarak Jogja dengan Pemalang sebenarnya relatif, tergantung rute jalan yang teman-teman lewati. Namun, ada sebuah rute jalan terdekat yang menghubungkan Jogja dengan pemalang, yaitu rute melewati  Kota Temanggung, Kota Sukorejo dan Weleri. “Melewati perbukitan yang sangat memanjakan mata.hehehe”. Setelah semester akhir di UGM dan sekian lama sering pulang-pergi Jogja-Pemalang.

Rabu, 06 April 2011

Ebook: Tao of Jeet Kune Do by Bruce Lee


Sabtu, 05 Maret 2011

Filosofi Batik dalam Birokrasi: Sebuah Kajian Hermeuneutik

Pada masa kerajaan majapahit, batik dikenal sebagai salah satu atribut kelengkapan dalam sebuah ritual sebagai pakaian ataupun kain pembalut tubuh. Batik juga dapat melambangkan tingkatan status sosial dalam masyarakat jawa. Pada jaman dahulu, kalangan bangsawan kerajaan biasanya mengenakan batik dengan motif garuda sebagai simbol kekuatan dan kemewahan. Kalangan ningrat (darah biru) juga biasanya menggunakan batik dengan bahan kain sutra yang mengesankan kemewahan dan keagungan. Sedangkan kalangan rakyat jelata hanya menggunakan motif seadanya, seperti motif daun, binatang dan lain sebagainya.
Selain sebagai pertanda pranata sosial, corak batik juga merupakan simbol-simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berfikir masyarakat pembuatnya. Dalam tataran budaya, ada beberapa motif batik yang dikenal makna filosofinya. Beberapa motif tersebut seperti :[1]